Masih Adakah Nasionalisme Itu?
PADA dasarnya,
nasionalisme adalah suatu ikatan kasat mata yang tidak dapat dilihat,
namun dapat dirasakan. Ikatan itu terjalin antara satu individu dengan
individu lainnya dalam sebuah komunitas besar yang merasa senasib
sepenanggungan.
Berangkat dari rasa senasib
sepenanggungan itu, terjalin suatu kerjasama untuk mempertahankan paham
yang sama. Hal semacam ini pernah terjadi di Indonesia pada masa awal
kemerdekaan Indonesia.
Rakyat begitu mencintai
Indonesia sehingga mampu mengusir segala ancaman dan gangguan yang
timbul dari luarnegeri. Rasa cinta ini membuat Indonesia yang baru
merdeka tersebut semakin kuat, sehingga serangan dari luar tidak dapat
menembus pertahanan Indonesia.
Seiring dengan perkembangan
zaman, semangat nasionalisme di Indonesia saat ini mulai berkurang. Hal
ini terjadi karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam negeri.
Dari dalam negeri, semangat nasionalisme luntur karena rakyat mulai
tidak percaya pada pemerintah, dan kebutuhan material yang belum
tercukupi. Sedangkan dari luar yaitu pengaruh dan perkenalan terhadap
budaya asing.
Kita juga mungkin sering mendengar kata nasionalisme, tapi tahukah
kita apa sebenarnya nasionalisme itu? Apakah di diri kita sendiri sudah
ada rasa nasionalisme? Atau dalam diri kita hanya ada ego yang selalu
ingin menang sendiri, yang merasa akulah aku, akulah yang paling
berkuasa tanpa memikirkan perasaan orang lain.
Mungkin kata-kata itu cocok untuk diberikan kepada para pemimpin
kita saat ini, para wakil rakyat yang mengaku wakil rakyat tapi hanya
mewakili kepentingan dirinya sendiri. Yang mengumbar janji tapi setelah
terpilih seakan amnesia dan lupa akan janji-janjinya.
Ini adalah faktor pertama yang menyebabkan berkurangnya semangat
nasionalisme, yaitu rakyat mulai tidak percaya pada pemerintah. Rakyat
mulai merasa lama kelamaan janji-janji untuk mensejahterakan rakyat itu
mulai terasa kabur dan kemudian hilang.
Faktor selanjutnya, yang menyebabkan berkurangnya rasa nasionalisme
adalah kebutuhan material yang belum tercukupi. Perkembangan zaman
mengakibatkan kebutuhan tidak sesederhana dahulu. Apabila dulu
masyarakat hanya membutuhkan sandang, pangan, dan papan, saat ini
menjadi lebih dari ketiga hal tersebut.
Masyarakat juga membutuhkan pendidikan dan mata pencaharian Sebagai
contoh, masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan Indonesia dan
Malaysia. Masyarakat di daerah tersebut kurang diperhatikan oleh
pemerintah Indonesia. Ketika mencari mata pencaharian, mereka memasuki
kawasan Malaysia.
Di sana mereka mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk anak-anak mereka, pendidikan
diperoleh dengan bersekolah di sekolah-sekolah milik Malaysia. Sehingga
nilai – nilai nasionalisme yang ditanamkan oleh sekolah tersebut adalah
nasionalisme Malaysia.
Anak-anak yang belum paham tentang sejarah Indonesia lebih paham
pada sejarah Malaysia, sehingga paham yang dianut adalah paham yang
ditanamkan oleh Malaysia. Ketika suatu saat mereka ditanya untuk memilih
antara Indonesia dan Malaysia, kemungkinan besar mereka memilih
Malaysia.
Pilihan ini didasari karena kedekatan emosional mereka pada
Malaysia daripada Indonesia. Kita tidak dapat menyalahkan mereka karena
pilihan yang mereka punya untuk bertahan hidup seperti itu. Kita
seharusnya menginstrospeksi diri dan memperbaiki sistem yang ada di
daerah perbatasan.
Contoh lainnya, seseorang yang memiliki kemampuan di bidang
teknologi kurang dihargai di Indonesia. Indonesia belum mampu memberikan
pemenuhan kebutuhan untuk orang berbakat tersebut. Misalnya pada orang
yang ahli di bidang animasi komputer. Karena Indonesia tidak mampu
memenuhi kebutuhan orang tersebut, maka ia bekerja untuk negara lain
yang mampu mengembangkan bakatnya. Sehingga karena merasa kemampuannya
diakui, orang tersebut memilih untuk menetap dan menjadi warga dari
negara yang menaunginya.
Selanjutnya adalah masuknya budaya-budaya asing yang menyebabkan
budaya sendiri terlupakan. Masuknya budaya ini dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi yang pesat, sehingga budaya dari luar dapat
diakses dengan cepat.
Hal ini terutama terjadi pada generasi muda, yaitu para remaja.
Saat ini budaya yang sedang marak adalah budaya Korea. Banyak produksi –
produksi film dan musik Korea yang masuk ke Indonesia. Para remaja
dapat mengikuti trend budaya masyarakat Korea tersebut.
Mereka tertarik untuk mempelajari bahasa Korea dan memakai mode
busana Korea daripada mengenakan batik. Begitu pula dengan musiknya.
Walaupun masih belum fasih, remaja sering menyanyikan lagu-lagu
berbahasa Korea daripada menyanyikan lagu-lagu nasional yang dianggap
ketinggalan zaman. Hal inilah yang mengikis semangat nasionalisme kita.
Dari generasi muda yang merupakan tunas-tunas bangsa sudah tidak
mengenali identitasnya, tetapi lebih mengenal identitas orang lain.
Inilah potret negara kita saat ini. Dari jenjang pemerintah,
rakyat, kaum intelektual dan para remaja yang merupakan tunas-tunas
penerus bangsa rasa nasionalismenya sudah terkikis.
Rasa cinta tanah airnya sudah hilang. Lalu bagaimana kalau rasa
nasionalisme itu sudah tidak ada? Mungkin kekokohan bangsa ini sedikit
demi sedikit akan mulai rapuh. Karena tidak ada rasa nasionalisme yang
tumbuh pada hati rakyatnya.
Untuk itu, mari kita tumbuhkan
lagi rasa nasionaisme itu dari dalam diri kita masing-masing.
Nasionalisme itu muncul dari diri kita sendiri, bukan dengan menuduh
orang lain tidak memiliki rasa nasionalisme. Kita harus instrospeksi
diri, apakah dalam diri kita masih ada rasa nasionalisme.
Indonesia adalah negara yang
sangat kaya, banyak sekali budaya-budaya, kekayaan alam yang kita miliki
tapi negara lain tidak punya. Kita harus bangga dan melestarikan
budaya-budaya bangsa kita, menumbuhkan rasa nasionalisme dalam diri
kita, agar Indonesia bisa terus maju dan menjadi bangsa yang memiliki
rasa nasionalisme yang tinggi.
No comments:
Post a Comment