Thursday 30 May 2013

Persatuan dan kesatuan mulai pudar, mengapa..?

Masih Adakah Nasionalisme Itu?

PADA dasarnya, nasionalisme adalah suatu ikatan kasat mata yang tidak dapat dilihat, namun dapat dirasakan. Ikatan itu terjalin antara satu individu dengan individu lainnya dalam sebuah komunitas besar yang merasa senasib sepenanggungan.
Berangkat dari rasa senasib sepenanggungan itu, terjalin suatu kerjasama untuk mempertahankan paham yang sama. Hal semacam ini pernah terjadi di Indonesia pada masa awal kemerdekaan Indonesia.
Rakyat begitu mencintai Indonesia sehingga mampu mengusir segala ancaman dan gangguan yang timbul dari luarnegeri. Rasa cinta ini membuat Indonesia yang baru merdeka tersebut semakin kuat, sehingga serangan dari luar tidak dapat menembus pertahanan Indonesia.
Seiring dengan perkembangan zaman, semangat nasionalisme di Indonesia saat ini mulai berkurang. Hal ini terjadi karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam negeri. Dari dalam negeri, semangat nasionalisme luntur karena rakyat mulai tidak percaya pada pemerintah, dan kebutuhan material yang belum tercukupi. Sedangkan dari luar yaitu pengaruh dan perkenalan terhadap budaya asing.
Kita juga mungkin sering mendengar kata nasionalisme, tapi tahukah kita apa sebenarnya nasionalisme itu? Apakah di diri kita sendiri sudah ada rasa nasionalisme? Atau dalam diri kita hanya ada ego yang selalu ingin menang sendiri, yang merasa akulah aku, akulah yang paling berkuasa tanpa memikirkan perasaan orang lain.
Mungkin kata-kata itu cocok untuk diberikan kepada para pemimpin kita saat ini, para wakil rakyat yang mengaku wakil rakyat tapi hanya mewakili kepentingan dirinya sendiri. Yang mengumbar janji tapi setelah terpilih seakan amnesia dan lupa akan janji-janjinya.
Ini adalah faktor pertama yang menyebabkan berkurangnya semangat nasionalisme, yaitu rakyat mulai tidak percaya pada pemerintah. Rakyat mulai merasa lama kelamaan janji-janji untuk mensejahterakan rakyat itu mulai terasa kabur dan kemudian hilang.
Faktor selanjutnya, yang menyebabkan berkurangnya rasa nasionalisme adalah kebutuhan material yang belum tercukupi. Perkembangan zaman mengakibatkan kebutuhan tidak sesederhana dahulu. Apabila dulu masyarakat hanya membutuhkan sandang, pangan, dan papan, saat ini menjadi lebih dari ketiga hal tersebut.
Masyarakat juga membutuhkan pendidikan dan mata pencaharian Sebagai contoh, masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia. Masyarakat di daerah tersebut kurang diperhatikan oleh pemerintah Indonesia. Ketika mencari mata pencaharian, mereka memasuki kawasan Malaysia.
Di sana mereka mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk anak-anak mereka, pendidikan diperoleh dengan bersekolah di sekolah-sekolah milik Malaysia. Sehingga nilai – nilai nasionalisme yang ditanamkan oleh sekolah tersebut adalah nasionalisme Malaysia.
Anak-anak yang belum paham tentang sejarah Indonesia lebih paham pada sejarah Malaysia, sehingga paham yang dianut adalah paham yang ditanamkan oleh Malaysia. Ketika suatu saat mereka ditanya untuk memilih antara Indonesia dan Malaysia, kemungkinan besar mereka memilih Malaysia.
Pilihan ini didasari karena kedekatan emosional mereka pada Malaysia daripada Indonesia. Kita tidak dapat menyalahkan mereka karena pilihan yang mereka punya untuk bertahan hidup seperti itu. Kita seharusnya menginstrospeksi diri dan memperbaiki sistem yang ada di daerah perbatasan.
Contoh lainnya, seseorang yang memiliki kemampuan di bidang teknologi kurang dihargai di Indonesia. Indonesia belum mampu memberikan pemenuhan kebutuhan untuk orang berbakat tersebut. Misalnya pada orang yang ahli di bidang animasi komputer. Karena Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan orang tersebut, maka ia bekerja untuk negara lain yang mampu mengembangkan bakatnya. Sehingga karena merasa kemampuannya diakui, orang tersebut memilih untuk menetap dan menjadi warga dari negara yang menaunginya.
Selanjutnya adalah masuknya budaya-budaya asing yang menyebabkan budaya sendiri terlupakan. Masuknya budaya ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang pesat, sehingga budaya dari luar dapat diakses dengan cepat.
Hal ini terutama terjadi pada generasi muda, yaitu para remaja. Saat ini budaya yang sedang marak adalah budaya Korea. Banyak produksi – produksi film dan musik Korea yang masuk ke Indonesia. Para remaja dapat mengikuti trend budaya masyarakat Korea tersebut.
Mereka tertarik untuk mempelajari bahasa Korea dan memakai mode busana Korea daripada mengenakan batik. Begitu pula dengan musiknya. Walaupun masih belum fasih, remaja sering menyanyikan lagu-lagu berbahasa Korea daripada menyanyikan lagu-lagu nasional yang dianggap ketinggalan zaman. Hal inilah yang mengikis semangat nasionalisme kita. Dari generasi muda yang merupakan tunas-tunas bangsa sudah tidak mengenali identitasnya, tetapi lebih mengenal identitas orang lain.
Inilah potret negara kita saat ini. Dari jenjang pemerintah, rakyat, kaum intelektual dan para remaja yang merupakan tunas-tunas penerus bangsa rasa nasionalismenya sudah terkikis.
Rasa cinta tanah airnya sudah hilang. Lalu bagaimana kalau rasa nasionalisme itu sudah tidak ada? Mungkin kekokohan bangsa ini sedikit demi sedikit akan mulai rapuh. Karena tidak ada rasa nasionalisme yang tumbuh pada hati rakyatnya.
Untuk itu, mari kita tumbuhkan lagi rasa nasionaisme itu dari dalam diri kita masing-masing. Nasionalisme itu muncul dari diri kita sendiri, bukan dengan menuduh orang lain tidak memiliki rasa nasionalisme. Kita harus instrospeksi diri, apakah dalam diri kita masih ada rasa nasionalisme.
Indonesia adalah negara yang sangat kaya, banyak sekali budaya-budaya, kekayaan alam yang kita miliki tapi negara lain tidak punya. Kita harus bangga dan melestarikan budaya-budaya bangsa kita, menumbuhkan rasa nasionalisme dalam diri kita, agar Indonesia bisa terus maju dan menjadi bangsa yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.

No comments:

Post a Comment