Faktor-faktor demografi yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk
Secara umum ada tiga faktor utama demografi yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, di antaranya sebagai berikut:
1.Kelahiran (Fertilitas)
Kelahiran adalah istilah dalam demografi yang mengindikasikan jumlah
anak yang dilahirkan hidup, atau dalam pengertian lain fasilitas adalah
hasil produksi yang nyata dari fekunditas seorang wanita. Berikun ini
penjelasan mengenai pengukuran fertilitas:
a.Pengukuran fasilitas tahunan adalah pengukuran kelahiran bayi pada
tahun tertentu dihubungkan dengan jumlah penduduk pada tahun tersebut.
Adapun ukuran-ukuran fertilitas tahunan adalah:
- Tingkat fertilitas kasar (crude birth rate) adalah banyaknya kelahiran hidup pada satu tahun tertentu tiap 1000 penduduk.
- Tingkat fertilitas umum (general fertility rate) adalah jumlah
kelahiran hidup per-1000 wanita usia reproduksi (usia 14-49 atau 14-44
tahun) pada tahun tertentu.
- Tingkat fertilitas menurut umur (age specific fertility rate)
adalah perhitungan tingkat fertilitas perempuan pada tiap kelompok umur
dan tahun tertentu.
- Tingkat ferlititas menurut ukuran urutan penduduk (birth order
specific fertility rates) adalah perhitungan fertilitas menurut urutan
kelahiran bayi oleh wanita pada umur dan tahun tertentu.
b.Pengukuran fertilitas komulatif adalah pengukuran jumlah rata-rata
anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan hingga mengakhiri batas usia
suburnya.Adapun ukurannya adalah:
- Tingkat fertilitas total adalah jumlah kelahiran hidup laki-laki
dan perempuan jumlah tiap 1000 penduduk yang hidup hingga akhir masa
reproduksinya dengan catatan tidak ada seorang perempuan yang meninggal
sebelum mengakhiri masa reproduksinya dan tingkat fertilitas menurut
umur tidak berubah pada priode waktu tertentu.
- Gross reproduction rates adalah jumlah kelahiran bayi perempuan
oleh 1000 perempuan sepanjang masa reproduksinya dengan catatan tidak
ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa
produksinya.
2. Kematian (mortalitas)
Kematian adalah ukuran jumlah kematian umumnya karena akibat yang
spesifik pada suatu populasi. Mortalitas khusus mengekspresikan pada
jumlah satuan kematian per- 1000 individu per-tahun, hingga rata-rata
mortalitas sebesar 9,5 berarti pada populasi 100.000 terdapat 950
kematian per-tahun.
3. Perpindahan (migrasi)
Migrasi adalah peristiwa berpindahnya suatu organisme dari suatu
tempat ke tempat lainnya. Dalam banyak kasus organisme bermigrasi untuk
mencari sumber cadangan makanan yang baru untuk menghindari kelangkaan
yang mungkin terjadi karena datangnya musim dingin atau kerana over
populasi.
Rumus Tingkat Kematian Kasar
Rumusnya adalah jumlah kematian pada tahun tertentu dibagi dengan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun dan dikalikan dengan konstanta
yang biasanya bernilai 1000.
CDR: D/Px1000
CDR: (Crude Death Rate) = Angka kematian kasar
D: (Death) = Jumlah kematian
P: (Population) = Jumlah penduduk
Angka kelahiran
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan indonesia (SDKI) tahun
2007, angka kelahiran di Indonesia mengalami stagnan dibandingkan
dengan hasil SDKI 2002, yakni tetap berada pada angka 2,6 per wanita
usia subur (PUS). Menurut Kepala BKKBN Propinsi Sumut, H Nofrijal SP MA
dalam workshop sosialisasi dan policy brief analisis SDKI 2007 Provinsi
Sumut, yang berlangsung di Hotel Dharma Deli, Selasa (15/3), isu
kependudukan dan
pembangunan keluarga kembali hangat dibicarakan
dalam 3-4 tahun terakhir ini. Persisnya setelah dipublikasikannya hasil
SDKI 2007 dan Sensus Penduduk 2010. “SDKI 2007 telah memberi warning
kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia bahwa angka kelahiran (TFR)
mengalami stagnan. Dalam SDKI 2007 juga telah memberi sinyal akan
terjadi peningkatan LPP Indonesia, namun ternyata dalam Sensus Penduduk
2010, LPP meningkat dari perkiraan 1,14% per tahun menjadi 1,49%,”
jelasnya.
Diungkapkannya, tujuan dari dilakukannya SDKI 2007 adalah
untuk memberikan informasi rinci tentang Kependudukan, Keluarga
Berencana dan kesehatan bagi para pembuat kebijakan dan pengelola
program. “SDKI 2007 adalah survei yang keenam. Survei ini mengumpulkan
informai mengenai latar belakang sosial ekonomi responden, trend angka
fertilitas, pola dan status, perkawinan, pengetahuan dan penggunaan
metode kontrasepsi. Selain itu juga mengumpulkan informasi keinginan
mempunyai anak, kematian bayi, anak dan ibu, kesehatan ibu, pengetahuan
tentang HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya,” ucapnya.
Dalam workshop sosialisasi snapshot dan policy brief ini, BKKBN
bekerjasama dengan USAID dan BPS, yang diharapkan dapat menyatukan
persepsi dan komitmen semua stakeholder dan pengambil kebijakan untuk
menangani masalah kependudukan. Sementara itu, Drs Heru Santosa MS PhD
menambahkan, dalam kegiatan ini ada 3 referensi yang dapat dibahas,
yakni UU No 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, kencenderungan atau trend data perkembangan
kependudukan berdasarkan Sensus Penduduk 2010 dan SDKI 2007, otonomi
daerah. “Ketiga referensi ini mengacu terhadap gebrakan-gebrakan baru
terhadap komitmen kembali akan program keluarga berencana sebagai aset
negara. Dari hasil data yang diperoleh, maka selanjutkan kita akan
melakukan revitalisasi program keluarga berencana di era otonomi daerah.
Penegrtian Migrasi
Migrasi Penduduk / migrasi manusia adalah perpindahan penduduk dari
suatu daerah ke daerah lain, berjarak jauh dan terbentuk dalam kelompok
yang besar yang tujuannya adalah menetap di suatu daerah.
Macam-macam Migrasi
Pertama , Migrasi Internasional dibagi menjadi tiga , yaitu :
Imigrasi => Masuknya penduduk ke suatu negara
Emigrasi => Keluarnya penduduk ke negara lain
Remigrasi => Kembalinya penduduk ke negara
Kedua , Migrasi Nasional dibagi menjadi empat , yaitu :
Urbanisasi => Dari Desa ke Kota
Transmigrasi => Dari Pulau ke Pulau
Ruralisasi => Dari Kota ke DesaEvakuasi => Dari tempat yang tidak aman ke tempat yang aman
Proses migrasi
Sejarah migrasi Indonesia hanya dapat dijelaskan dengan memahami
sejarah perkembangan masyarakat secara ekonomi politik. Hal ini
mengingat praktek migrasi yang telah dimulai sejak ribuan tahun lalu di
sebuah negeri kepulauan besar yang disebut Nusantara (sekarang
Indonesia) tidak terlepas dan menjadi bagian dari perkembangan
masyarakat. Sama pentingnya dengan upaya untuk memahami dasar-dasar
obyektif (nyata) yang menjadi latar belakang dan motif pokok terjadinya
migrasi di samping aspek lain yang sifatnya sekunder. Seperti misalnya
migrasi awal dalam sejarah Indonesia ditandai dengan kedatangan suku
bangsa asing yang membawa dan memperkenalkan sebuah sistem ekonomi baru
yang didasarkan pada hubungan kepemilikan budak. Dan inilah satu masa
yang menjadi titik mula diawalinya praktek penindasan satu klas terhadap
klas yang lain, di mana satu suku bangsa menjadi klas tuan budak, dan
kelas yang lain dipaksa menjadi budak. Dari sini kita bisa
mengklasifikasikan sejarah Migrasi di Indonesia menjadi 3 (Tiga) macam
masa/periode:
1. Masa Pra Kolonial
2. Masa Kolonial
3. Masa Paskah colonial/sekarang
Masa Pra Kolonial
Sejarah
Indonesia sebelum masuknya kolonialisme asing terutama Eropa, adalah
sejarah migrasi yang memiliki karakter atau sifat utama berupa perang
dan penaklukan satu suku bangsa atau bangsa terhadap suku bangsa atau
bangsa lainnya. Pada periode yang kita kenal sebagai zaman pra sejarah,
maka dapat diketemukan bahwa wilayah yang saat ini kita sebut sebagai
Indonesia, telah menjadi tujuan migrasi suku bangsa yang berasal dari
wilayah lain. 2000 atau 3000 sebelum Masehi, suku bangsa Mohn Kmer dari
daratan Tiongkok bermigrasi di Indonesia karena terdesaknya posisi
mereka akibat berkecamuknya perang antar suku.
Kedatangan mereka dalam rangka mendapatkan wilayah baru, dan hal
tersebut berarti mereka harus menaklukan suku bangsa lain yang telah
berdiam lebih dulu di Indonesia. Karena mereka memiliki tingkat
kebudayaan yang lebih tinggi berupa alat kerja dan perkakas produksi
serta perang yang lebih maju, maka upaya penaklukan berjalan dengan
lancar. Selain menguasai wilayah baru, mereka juga menjadikan suku
bangsa yang dikalahkanya sebagai budak. Pada perkembangannya,
bangsa-bangsa lain yang lebih maju peradabannya, datang ke Indonesia,
mula-mula sebagai tempat persinggahan dalam perjalanan dagang mereka,
dan kemudian berkembang menjadi upaya yang lebih terorganisasi untuk
penguasaan wilayah, hasil bumi maupun jalur perdagangan. Seperti
misalnya kedatangan suku bangsa Dravida dari daratan India -yang sedang
mengalami puncak kejayaan masa perbudakan di negeri asalnya- , berhasil
mendirikan kekuasaan di beberapa tempat seperti Sumatra dan Kalimantan.
Mereka memperkenalkan pengorganisasian kekuasaan dan politik secara
lebih terpusat dalam bentuk berdirinya kerajaan kerajaan Hindu dan
Budha. Berdirinya kerajaan-kerajaan tersebut juga menandai zaman
keemasan dari masa kepemilikan budak di Nusantara yang puncaknya terjadi
pada periode kekuasaan kerajaan Majapahit. Seiring dengan perkembangan
perdagangan, maka juga terjadi emigrasi dari para saudagar dan pedagang
dari daratan Arab yang kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan Islam baru
di daerah pesisir pantai untuk melakukan penguasaan atas bandar-bandar
perdagangan. Berdirinya kerajaan Islam telah mendesak kerajaan-kerajaan
Hindu dan Budha ke daerah pedalaman, dan mulai memperkenalkan sistem
bercocok tanam atau pertanian yang lebih maju dari sebelumnya berupa
pembangunan irigasi dan perbaikan teknik pertanian, menandai mulai
berkembangnya zaman feudalisme. Pendatang dari Cina juga banyak
berdatangan terutama dengan maksud mengembangkan perdagangan seperti
misalnya ekspedisi kapal dagang Cina di bawah pimpinan Laksamana Ceng
Hong yang mendarat di Semarang. Pada masa ini juga sudah berlangsung
migrasi orang-orang Jawa ke semenanjung Malaya yang singgah di Malaysia
dan Singapura untuk bekerja sementara waktu guna mengumpulkan uang agar
bisa melanjutkan perjalanan ke Mekah dalam rangka ziarah agama. Demikian
juga orang-orang di pulau Sangir Talaud yang bermigrasi ke Mindano
(Pilipina Selatan) karena letaknya yang sangat dekat secara geografis.
Dari catatan sejarah yang sangat ringkas tersebut, maka kita dapat
menemukan beberapa ciri dari gerakan migrasi awal yang berlangsung di
masa-masa tersebut. Pertama, wilayah Nusantara menjadi tujuan migrasi
besar-besaran dari berbagai suku bangsa lain di luar wilayah nusantara.
Sekalipun pada saat itu belum dikenal batas-batas negara, tetapi sudah
terdapat migrasi yang bersifat internasional mengingat suku-suku bangsa
pendatang berasal dari daerah yang sangat jauh letaknya. Kedua, motif
atau alasan terjadinya migrasi pertama-tama adalah ekonomi (pencarian
wilayah baru untuk tinggal dan hidup, penguasaan sumber-sumber ekonomi
dan jalur perdagangan) dan realisasi hal tersebut menuntut adanya
kekuasaan politik dan penyebaran kebudayaan pendukung. Ketiga, proses
migrasi tersebut ditandai dengan berlangsungnya perang dan penaklukan,
cara-cara yang paling vulgar dalam sejarah umat manusia. Keempat,
migrasi juga telah mendorong perkembangan sistem yang lebih maju dari
masa sebelumnya seperti pengenalan organisasi kekuasaan yang menjadi
cikal bakal negara (state) dan juga sistem pertanian.
MASA KOLONIAL
Kedatangan
kolonialisme asing khususnya Belanda telah membawa beberapa perubahan
dalam sendi feodalisme, namun tidak menghancurkannya secara keseluruhan,
tetapi justru menjadikannya basis atau dasar susunan ekonomi kolonial.
Kolonialisme bekerjasama dengan kekuatan feodal lokal menjalankan
penindasan yang paling keji dan vulgar terhadap rakyat Indonesia, dan
pada masa tersebut kebijakan dan praktek migrasi benar-benar sepenuhnya
melayani kepentingan ekonomi politik penguasa kolonial. Pada masa itu,
orang Jawa menjadi sasaran utama dari kebijakan migrasi kolonialisme
Belanda. Setelah berakhirnya perang Jawa (1825-1830), pemerintah
kolonial Belanda berkepentingan untuk membuka sumber-sumber ekonomi di
luar Jawa, termasuk dalam rangka mengembangkan kekuasaannya secara lebih
besar di pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan untuk
mengantisipasi persaingan dengan negara-negara kolonial lainnya.
Atas dasar itulah, maka orang Jawa banyak dikirim ke luar Jawa untuk
diperkerjakan di tempat-tempat yang kaya dengan sumber alam. Pada kurun
waktu yang hampir sama, orang Jawa dan Sumatra juga semakin banyak yang
migrasi ke Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia dan Singapura)
mengingat kolonialisme Inggris yang berkuasa memang sengaja membuka
selebar-lebarnya arus migrasi dari Sumatra dan Jawa, pertama-tama untuk
mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja sebagai akibat masih sedkitnya
populasi manusia di kedua negara tersebut.
Bahkan pada akhir abad ke 19, dengan dibukanya perkebunan-perkebunan
baru di Sumatra Timur, pemerintah kolonial Belanda mengirim ribuan orang
Jawa ke Sumatra untuk diperkerjakan sebagai buruh di perkebunan seperti
perkebunan tembakau maupun juga pabrik gula. Ekspor orang Jawa ternyata
tidak hanya ke Sumatra Timur tetapi juga ke Suriname, Kaledonia Baru
dan juga Vietnam. Pemerintah kolonial Belanda menutupi praktek ekspor
manusia ini dengan bungkus program Politik Etis atau Balas Budi yang
mereka sebarluaskan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Perluasan perkebunan yang sangat cepat, dan berdirinya pabrik pengolahan
hasil perkebunan, telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan tenaga
kerja. Jumlah buruh perkebunan dari Jawa ternyata belum mencukupi
sehingga pemerintah kolonial Belanda pada saat yang bersamaan juga
mendatangkan tenaga kerja dari Cina. Kehidupan buruh perkebunan
sangatlah berat dan menderita disebabkan oleh rendahnya upah dan
buruknya kondisi kerja. Bahkan seringkali mereka tidak dibayar karena
uang gaji mereka dirampas oleh para mandor, dan kekurangan bahan makanan
dan pakaian menjadi pemandangan umum yang dapat dilihat di
perkebunan-perkebunan masa itu. Para buruh yang tidak tahan atas
beratnya penderitaan banyak yang melarikan diri, namun kemudian mereka
akan mendapatkan siksaan yang berat ketika berhasil ditemukan atau
ditangkap. Hal ini menjadi legal karena pemerintah kolonial Belanda
menerbitkan Koelie Ordonantie yang memberikan hak secara legal kepada
para pemilik perkebunan untuk memberikan hukuman kepada para buruhnya
yang membangkang atau melawan.
Perempuan Jawa dan Cina pada waktu itu juga banyak yang
diperdagangkan, dipaksa menjadi pelacur di wilayah perkebunan dan ada
yang menjadi wanita simpanan para mandor dan pegawai perkebunan yang
berkebangsaan Belanda. Pemerintah kolonial juga menggunakan migrasi
sebagai jalan keluar untuk menyalurkan keresahan sosial sebagai akibat
dari penghisapan ekonomi dan tekanan penduduk di banyak daerah pedesaan
di Jawa dengan cara memindahkan mereka ke pulau-pulau luar Jawa. Catatan
penting pada masa kolonial bahwa migrasi yang berlangsung pada waktu
itu sepenuhnya didominasi oleh kebijakan kolonial yang diabdikan untuk
kepentingan negeri kolonial Terutama dalam hal pengerahan atau
mobilisasi tenaga kerja murah ke tempat-tempat di mana sumber keuntungan
kolonial berada, dan pada saat yang bersamaan telah membawa jutaan
manusia dari berbagai asal usul etnis dan bangsa ke dalam situasi
penderitaan yangsangat berat.
MASA PASCA KOLONIAL
Sekalipun
Indonesia telah menjadi sebuah negeri merdeka dan berdiri sendiri
semenjak 17 Agustus 1945, namun keadaan ekonomi, politik dan kebudayaan
tidak mengalami perubahan secara mendasar. Pada kenyataannya, ekonomi
Indonesia masih tetap di bawah dominasi ekonomi kolonial sekalipun tidak
secara langsung. Imperialisme (kapitalisme monopoli asing) khususnya
Amerika Serikat masih menjadi pihak yang mendominasi Indonesia dalam
berbagai aspek khususnya ekonomi. Pada masa Soeharto, Indonesia menjadi
sasaran empuk imperialisme asing (AS, Inggris, Jepang) sehingga
posisinya tidak lebih sebagai penyedia bahan mentah karena kekayaan
alamnya, sumber buruh murah sekaligus pasar yang menggiurkan mengingat
penduduknya yang melimpah.
Dampaknya, ekonomi Indonesia tidak berkembang ke arah yang lebih maju
dan tidak memiliki dasar-dasar untuk memberikan jaminan bagi
kesejahteraan rakyatnya. Karena pembangunan Indonesia sangat tergantung
pada modal asing baik berupa bantuan maupun hutang, dan pada saat yang
bersamaan sumber kekayaan alam dikuasai perusahaan asing, maka tidak
pernah ada upaya untuk membangun industri nasional yang kuat.
Negara-negara industri maju tidak pernah mengijinkan tumbuhnya industri
yang kuat di Indonesia. Hal itu akan membuat mereka memiliki pesaing
dari dalam negeri dan barang-barang produksi mereka tidak akan laku
karena Indonesia bisa memproduksi sendiri. Akibatnya kemudian adalah
sedikitnya jumlah pabrik yang didirikan dan ini membuat ketidaksanggupan
sektor industri membuka lapangan pekerjaan dan menyerap angkatan kerja
yang sangat melimpah. Inilah yang membuat mengapa tingkat pengangguran
di Indonesia selalu berada di angka yang sangat tinggi.
Demikian pula pembangunan pabrik-pabrik hanya terpusat di beberapa
kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan
Makasar sehingga mengakibatkan munculnya pola migrasi pertama yang
sering dikenal dengan urbanisasi. Laju urbanisasi bertambah parah ketika
pengangguran di pedesaan menggelembung dan menjadi tidak terkendali.
Namun karena meningkatnya laju urbanisasi tidak disertai dengan
kemampuan kota menyerap tenaga kerja maka pengangguran semakin tidak
terpecahkan.
Sementara pengusaha-pengusaha besar dalam negeri maupun juga asing
semakin aktif dan agresif untuk membuka usaha ekonomi di luar Jawa yang
kaya dengan sumber alam dan memiliki jutaan hektar tanah yang masih
belum produktif. Maka banyak perusahaan besar tersebut dengan bantuan
negara membuka perkebunan-perkebunan besar di luar Jawa terutama untuk
ditanami tanaman komoditi ekspor seperti Sawit, Karet, Kakao dan
sebagainya. Perkembangan tersebut seperti juga yang terjadi di masa
kolonial, telah meningkatkan kebutuhan akan tenaga kerja. Hal inilah
yang telah mendorong pemerintah atas persekongkolan dengan para
pengusaha, meluncurkan program transmigrasi dengan alasan kepadatan
penduduk, tetapi sebenarnya adalah upaya memobilisasi tenaga kerja murah
dari Jawa untuk membuka hutan di luar jawa agar dapat digunakan sebagai
perkebunan oleh para pengusaha. Dan kemudian dibungkus dan
ditutup-tutupi dengan skema atau pola kemitraan antara pengusaha dan
petani seperti pola Inti dan Plasma.
Keterbelakangan ekonomi juga terjadi di pedesaan yang merupakan
tempat di mana mayoritas rakyat Indonesia berada. Pengangguran juga
meluas di pedesaan sebagai akibat sempitnya lapangan pekerjaan. Di desa
yang menumpukkan ekonominya pada pertanian, mayoritas kaum tani adalah
kaum tani yang tidak bertanah. Kalaupun ada yang memiliki tanah, maka
dalam jumlah yang sangat terbatas sehingga hasilnya tidak mencukupi
kebutuhan hidup keluarganya. Keadaan ini terjadi karena tanah-tanah yang
ada di desa rata-rata dikuasai oleh tuan tanah besar, tani kaya dan
orang kaya desa lainnya. Sehingga sedikit sekali kaum tani yang dapat
memanfaatkan tanah bagi kehidupan mereka. Inilah yang menyebabkan kenapa
kemiskinan begitu luas di pedesaan. Program land reform yang sangat
penting bagi kaum tani sampai sekarang belum pernah dijalankan.
Kemiskinan di pedesaan inilah yang menjadi salah satu sebab utama
mengapa banyak penduduk desa terutama yang berusia muda melakukan
migrasi baik ke kota-kota besar bahkan migrasi internasional ke
negeri-negeri lain sebagai buruh migran.
Pada masa pemerintahan Soeharto, laju migrasi internasional meningkat
pesat. Artinya, semakin banyak orang terutama perempuan dan berasal
dari keluarga tani miskin di desa yang menjadi buruh migran di negeri
lain seperti Malaysia, Arab Saudi, Kuwait, Singapura, Taiwan, Hongkong,
Jepang, Korea dan sebagainya. Pada prakteknya, para buruh migran
mengalami penderitaan dan penindasan semenjak direkrut oleh calo,
penyalur atau agen, saat berada di penampungan, selama bekerja di luar
negeri dan sesampainya kembali di Indonesia. Masih berlakunya ekonomi
kolonial di Indonesia telah membuat angkatan kerja yang ada memiliki
tingkat pendidikan dan kecakapan yang sangat rendah. Dengan keadaan
seperti itu, maka bisa dipastikan bahwa sebagian besar buruh migran
Indonesia hanya mengisi jenis pekerjaan dengan tingkat ketrampilan
rendah dan upah yang sangat murah seperti misalnya pembantu rumah
tangga.
Pemerintah yang telah menjadi frustasi karena tidak mampu memecahkan
masalah pengangguran lantas menjadikan ekspor manusia sebagai andalan.
Pemerintah beranggapan bahwa buruh migran menjadi salah satu pemecahan
masalah penyediaan lapangan pekerjaan dan pada saat yang sama
peningkatan pendapatan negara. Sesungguhnya mengapa pemerintah sangat
bersemangat menggalakkan ekspor buruh migran, salah satunya karena
merupakan ladang emas bagi para aparaturnya yang korup. Sebagai akibat
berlakunya ekonomi kolonial, maka terjadi perkembangan ekonomi yang
tidak merata : antara desa dengan kota, antar daerah dalam satu
propinsi, antar propinsi, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa.
Akibat Migrasi
• Akan terjadi pertikaian didalam suatu kota yang banyaknya imigrasi
dikarenakan banyaknya orang yang bersuku tidak sama, perbedaan sosial
budaya, pola pikiran yang tidak sepaham, adab tutur kata yang tidak
sama, dan memandang suatu nilai orang
• Akan cepatnya terjadi bencana alam, karena apabila imigran datang
tentu saja mereka mencari tempat tinggal, maka lahan penghijauan pun
menjadi sasaran untuk dibuatnya perumahan sehingga untuk resapan air pun
berkurang sehingga akan terjadi bencana alam banjir dan juga wabah
penyakit
• Kesehatan menjadi harga yang lebih mahal di dalam kota migrasi
karena, makin banyak imigran yang datang dengan membawa alat
kendaraannya dan juga elektronik yang mempunyai radiasi dan polusi pun
dimana-mana
• Area perkuburan yang makin sempit dikarenakan lahan yang letaknya
seharusnya menjadi area pemakaman justru dibuat mall, jalan raya besar,
dan juga fasilitas prasarana lainnya
• Lahan pekerjaan yang sempit karena banyaknya orang yang mau menetap
di kota migrasi dengan mencari uang tetapi sudah banyaknya lahan
pekerjaan yang diambil orang dan juga peluang bisnis yang area
penjualannya sangat sempit
3 Jenis Struktur Penduduk
A. Jumlah Penduduk : Urbanisasi, Reurbanisasi, Emigrasi, Imigrasi, Remigrasi,Transmigrasi.
B. Persebaran Penduduk : Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk
disuatu wilayah dibandingkan dengan luas wilayahnya yang dihitung jiwa
per km kuadrat. Berdasarkan sensus penduduk dan survey penduduk,
persebaran penduduk Indonesia antar provinsi yang satu dengan provinsi
yang lain tidak merata.
C. Komposisi Penduduk : Merupakan sebuah mata statistik dari
statistik kependudukan yang membagi dan membahas masalah kependudukan
dari segi umur dan jenis kelamin.
Bentuk Piramida Penduduk Stasioner, Muda dan Tua
Piramida penduduk adalah diagram batang komposisi penduduk
berdasarkan jenis kelamin dan umur yang disusun horizontal. Berdasarkan
bentuknya, piramida penduduk dibedakan sebagai berikut.
1) Piramida penduduk bentuk kerucut atau limas. Bentuk piramida ini
menggambarkan pertumbuhan penduduk yang cepat karena terjadi penurunan
tingkat kelahiran bayi dan anak-anak, tetapi tingkat fertilitas masih
tinggi.
2) Piramida penduduk bentuk pucuk granat. Bentuk piramida ini menggambarkan angka kelahiran dan tingkat kelahiran yang rendah.
3) Piramida penduduk bentuk kepala nisan. Bentuk piramida ini
menggambarkan tingkat kelahiran mengalami penurunan yang tajam dan
tingkat kematian yang sangat rendah.
Pengertian Rasio Ketergantungan
Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) adalah perbandingan antara
jumlah penduduk berumur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65
tahun keatas dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun. Rasio
ketergantungan dapat dilihat menurut usia yakni Rasio Ketergantungan
Muda dan Rasio Ketergantungan Tua.
1.Rasio Ketergantungan Muda adalah perbandingan jumlah penduduk umur 0-14 tahun dengan jumlah penduduk umur 15 – 64 tahun.
2.Rasio Ketergantungan Tua adalah perbandingan jumlah penduduk umur 65 tahun ke atas dengan jumlah penduduk di usia 15-64 tahun.
2.2) KEBUDAYAAN DAN KEPRIBADIAN
Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan diIndonesia
*Zaman batu Tua
Alat-alat batu pada zaman batu tua, baik bentuk ataupun permukaan
peralatan masih kasar, misalnya kapak genggam Kapak genggam semacam itu
kita kenal dari wilayah Eropa, Afrika, Asia Tengah, sampai
Punsjab(India), tapi kapak genggam semacam ini tidak kita temukan di
daerah Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian para ahli prehistori,
bangsa-bangsa Proto-Austronesia pembawa kebudayaan Neolithikum berupa
kapak batu besar ataupun kecil bersegi-segi berasal dari Cina Selatan,
menyebar ke arah selatan, ke hilir sungai-sungai besar sampai ke
semenanjung Malaka Lalu menyebar ke Sumatera, Jawa. Kalimantan Barat,
Nusa Tenggara, sampai ke Flores, dan Sulawesi, dan berlanjut ke
Filipina.
Kapak-kapak tersebut diasah sampai mengkilap dan diikat pada tangkai
kayu dengan menggunakan rotan. Sebagai tambahan seiring persebaran kapak
batu tersebut tersebar pula Bahasa Proto-Austronesia yg merupakan induk
dari bahasa dari bangsa-bangsa di sekitar Samudera Indonesia dan
Samudera Pasifik. Karena perkembangannya muncul bahasa melayu yang
nantinya di negara Indonesia berkembang menjadi bahasa Indonesia
*Zaman batu muda
Ciri – crii zaman batu muda :
1.mulai menetap dan membuat rumah,
2.membentuk kelompok masyarakat desa,
3.bertani
4.berternak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Manusia pada zaman batu muda telah mengenal dan memiliki kepandaian
untuk mencairkan/melebur logam dari biji besi dan menuangkan ke dalam
cetakan dan mendinginkannya. Oleh karena itulah mereka mampu membuat
senjata untuk mempertahankan diri dan untuk berburu serta membuat
alat-alat lain yang mereka perlukan.
Bangsa-bangsa Proto-austronesia yang masuk dari Semenanjung
Indo-China ke Indonesia itu membawa kebudayaan Dongson, dan menyebar di
Indonesia. Materi dari kebudayaan Dongson berupa senjata-senjata tajam
dan kapak berbentuk sepatu yang terbuat dari bahan perunggu.
Hal yang patut dicatat tentang permulaan zaman logam ini adalah
kenyataan yang jelas bahwa Indonesia sebelum memasuki zaman Hindu telah
mengenal kebudayaan yang tinggi derajatnya dan penting bagi perkembangan
kebudayaan Indonesia selanjutnya.
Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan diIndonesia
Fakta tentang Proses Interaksi Masyarakat
Indonesia sebagai
daerah yang dilalui jalur perdagangan memungkinkan bagi para pedagang
India untuk sungguh tinggal di kota pelabuhan-pelabuhan di Indonesia
guna menunggu musim yang baik. Mereka pun melakukan interaksi dengan
penduduk setempat di luar hubungan dagang. Masuknya pengaruh budaya dan
agama Hindu-Budha di Indonesia dapat dibedakan atas 3 periode sebagai
berikut.
1. Periode Awal (Abad V-XI M)
Pada periode ini, unsur
Hindu-Budha lebih kuat dan lebih terasa serta menonjol sedang unsur/
ciri-ciri kebudayaan Indonesia terdesak. Terlihat dengan banyak
ditemukannya patung-patung dewa Brahma, Wisnu, Siwa, dan Budha di
kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Tarumanegara dan Mataram Kuno.
2. Periode Tengah (Abad XI-XVI M)
Pada periode ini unsur Hindu-Budha dan Indonesia berimbang. Hal
tersebut disebabkan karena unsur Hindu-Budha melemah sedangkan unsur
Indonesia kembali menonjol sehingga keberadaan ini menyebabkan munculnya
sinkretisme (perpaduan dua atau lebih aliran). Hal ini terlihat pada
peninggalan zaman kerajaaan Jawa Timur seperti Singasari, Kediri, dan
Majapahit. Di Jawa Timur lahir aliran Tantrayana yaitu suatu aliran
religi yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan Indonesia asli
dengan agama Hindu-Budha.
Raja bukan sekedar pemimpin tetapi merupakan keturunan para dewa. Candi bukan hanya rumah dewa tetapi juga makam leluhur.
3. Periode Akhir (Abad XVI-sekarang)
Pada periode ini, unsur Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan
periode sebelumnya, sedangkan unsur Hindu-Budha semakin surut karena
perkembangan politik ekonomi di India. Di Bali kita dapat melihat bahwa
Candi yang menjadi pura tidak hanya untuk memuja dewa. Roh nenek moyang
dalam bentuk Meru Sang Hyang Widhi Wasa dalam agama Hindu sebagai
manifestasi Ketuhanan Yang Maha Esa. Upacara Ngaben sebagai objek
pariwisata dan sastra lebih banyak yang berasal dari Bali bukan lagi
dari India.
AKULTURASI
Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan
munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya dimana
kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling
mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan
tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima
begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan
kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur
asli. Hal ini disebabkan karena:
1. Masyarakat Indonesia telah
memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya
kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan
Indonesia.
2. Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau
local genius merupakan kecakapan suatu bangsa untuk menerima
unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya
bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan
budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai
sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan
kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Hasil akulturasi
tersebut tampak pada.
1. Bidang Sosial
Setelah masuknya agama
Hindu terjadi perubahan dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia. Hal
ini tampak dengan dikenalnya pembagian masyarakat atas kasta.
2. Ekonomi
Dalam ekonomi tidak begitu besar pengaruhnya pada masyarakat Indonesia.
Hal ini disebabkan karena masyarakat telah mengenal pelayaran dan
perdagangan jauh sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha di Indonesia.
3. Sistem Pemerintahan
Sebelum masuknya Hindu-Budha di Indonesia dikenal sistem pemerintahan
oleh kepala suku yang dipilih karena memiliki kelebihan tertentu jika
dibandingkan anggota kelompok lainnya. Ketika pengaruh Hindu-Budha masuk
maka berdiri Kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang berkuasa
secara turun-temurun. Raja dianggap sebagai keturuanan dari dewa yang
memiliki kekuatan, dihormati, dan dipuja. Sehingga memperkuat
kedudukannya untuk memerintah wilayah kerajaan secara turun temurun.
Serta meninggalkan sistem pemerintahan kepala suku.
4. Bidang Pendidikan
Masuknya Hindu-Budha juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia
dalam bidang pendidikan. Sebab sebelumnya masyarakat Indonesia belum
mengenal tulisan. Namun dengan masuknya Hindu-Budha, sebagian masyarakat
Indonesia mulai mengenal budaya baca dan tulis.
Bukti pengaruh dalam pendidikan di Indonesia yaitu :
Dengan digunakannya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam kehidupan
sebagian masyarakat Indonesia. Bahasa tersebut terutama digunakan di
kalangan pendeta dan bangsawan kerajaan. Telah mulai digunakan bahasa
Kawi, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa Bali Kuno yang merupakan turunan dari
bahasa Sansekerta.
Telah dikenal juga sistem pendidikan berasrama
(ashram) dan didirikan sekolah-sekolah khusus untuk mempelajari agama
Hindu-Budha. Sistem pendidikan tersebut kemudian diadaptasi dan
dikembangkan sebagai sistem pendidikan yang banyak diterapkan di
berbagai kerajaan di Indonesia.
Bukti lain tampak dengan lahirnya
banyak karya sastra bermutu tinggi yang merupakan interpretasi
kisah-kisah dalam budaya Hindu-Budha. Contoh :
• Empu Sedah dan Panuluh dengan karyanya Bharatayudha
• Empu Kanwa dengan karyanya Arjuna Wiwaha
• Empu Dharmaja dengan karyanya Smaradhana
• Empu Prapanca dengan karyanya Negarakertagama
• Empu Tantular dengan karyanya Sutasoma.
Pengaruh Hindu Budha nampak pula pada berkembangnya ajaran budi pekerti
berlandaskan ajaran agama Hindu-Budha. Pendidikan tersebut menekankan
kasih sayang, kedamaian dan sikap saling menghargai sesama manusia mulai
dikenal dan diamalkan oleh sebagian masyarakat Indonesia saat ini.
Para pendeta awalnya datang ke Indonesia untuk memberikan pendidikan dan
pengajaran mengenai agama Hindu kepada rakyat Indonesia. Mereka datang
karena berawal dari hubungan dagang. Para pendeta tersebut kemudian
mendirikan tempat-tempat pendidikan yang dikenal dengan pasraman. Di
tempat inilah rakyat mendapat pengajaran. Karena pendidikan tersebut
maka muncul tokoh-tokoh masyarakat Hindu yang memiliki pengetahuan lebih
dan menghasilkan berbagai karya sastra.
Rakyat Indonesia yang telah
memperoleh pendidikan tersebut kemudian menyebarkan pada yang lainnya.
Sebagian dari mereka ada yang pergi ke tempat asal agama tersebut. Untuk
menambah ilmu pengetahuan dan melakukan ziarah. Sekembalinya dari sana
mereka menyebarkan agama menggunakan bahasa sendiri sehingga dapat
dengan mudah diterima oleh masyarakat asal.
Agama Budha tampak bahwa
pada masa dulu telah terdapat guru besar agama Budha, seperti di
Sriwijaya ada Dharmakirti, Sakyakirti, Dharmapala. Bahkan raja Balaputra
dewa mendirikan asrama khusus untuk pendidikan para pelajar sebelum
menuntut ilmu di Benggala (India)
5. Kepercayaan
Sebelum masuk
pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia mengenal dan
memiliki kepercayaan yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang (animisme
dan dinamisme). Masuknya agama Hindu-Budha mendorong masyarakat
Indonesia mulai menganut agama Hindu-Budha walaupun tidak meninggalkan
kepercayaan asli seperti pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan
dewa-dewa alam. Telah terjadi semacam sinkritisme yaitu penyatuaan
paham-paham lama seperti animisme, dinamisme, totemisme dalam keagamaan
Hindu-Budha.
Contoh :
Di Jawa Timur berkembang aliran Tantrayana
seperti yang dilakukan Kertanegara dari Singasari yang merupakan
penjelmaaan Siwa. Kepercayaan terhadap roh leluhur masih terwujud dalam
upacara kematian dengan mengandakan kenduri 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100
hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari, serta masih banyak hal-hal yang
dilakukan oleh masyarakat Jawa.
6. Seni dan Budaya
Pengaruh kesenian India terhadap kesenian Indonesia terlihat jelas pada bidang-bidang dibawah ini:
Seni Bangunan
Seni bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran
antara seni asli bangsa Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi
merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya bangsa Indonesia dengan
India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum yaitu bangunan
punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha. Contohnya
candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda yang ikut
dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi sebagai
makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya
jadi tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah
ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa.
Seni Rupa
Seni rupa tampak berupa patung dan relief.
Patung dapat kita lihat pada penemuan patung Budha berlanggam Gandara
di Bangun Kutai. Serta patung Budha berlanggam Amarawati di Sikending
(Sulawesi Selatan). Selain patung terdapat pula relief-relief pada
dinding candi seperti pada Candi Borobudur ditemukan relief cerita sang
Budha serta suasana alam Indonesia.
Periode Patung Relief
Periode Awal Patung para dewa Hindu-Budha
seperti Brahma, Wisnu, Siwa Berciri Naturalis (alami) misalnya relief
candi Borobudur menggambarkan kehidupan Sidharta Gautama. Sedangkan
relief Prambanan mengambarkan Ramayana dan Kresnayana.
Periode
Tengah Di Jawa Timur dibuat patung raja-raja di Indonesia yang merupakan
titisan para dewa. Contoh Patung Tribuana sebagai Parwati/Kertanegara
sebagai Siwa. Di Jawa Timur unsur Indonesia semakin kuat tamapk pada
relief Candi Panataran yang tidak naturalis melainkan bergaya wayang.
Menunjukkan pada kepercayaan memuja roh nenek moyang.
Periode Akhir
Patung di Bali sudah banyak menggambarkan makhluk-makhluk seram (demon)
Di Bali relief yang mencolok berupa candi-candi yang dibuat di tebing
sungai merupakan makam raja seperti yang ada di Gunung Kawi (Tampak
Siring)
Seni Sastra dan Aksara
Periode awal di Jawa Tengah pengaruh sastra Hindu cukup kuat.
Periode tengah bangsa Indonesia mulai melakukan penyaduran atas karya India.
Contohnya: Kitab Bharatayudha merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu
Sedah dan Panuluh. Isi ceritanya tentang peperangan selama 18 hari
antara Pandawa melawan Kurawa. Para ahli berpendapat bahwa isi
sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam keluarga raja-raja
Kediri.
Prasasti-prasasti yang ada ditulis dalam bahasa Sansekerta
dan Huruf Pallawa. Bahasa Sansekerta banyak digunakan pada kitab-kitab
kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi dengan bahasa Jawa melahirkan
bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang dimodifikasi sesuai dengan
pengertian dan selera Jawa sehingga menjadi aksara Jawa Kuno dan Bali
Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa sekarang serta aksara Bali. Di
kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi huruf Nagari.
7. Bidang Teknologi
Masyarakat Indonesia dari sebelum masuknya agama Hindu-Budha sebenarnya
sudah memiliki budaya yang cukup tinggi. Dengan masuknya pengaruh
budaya Hindu-Budha di Indonesia semakin mempertinggi teknologi yang
sudah dimiliki bangsa Indonesia sebelumnya. Pengaruh Hindu-Budha
terhadap perkembangan teknologi masyarakat Indonesia terlihat dalam
bidang kemaritiman, bangunan dan pertanian.
Perkembangan kemaritiman
terlihat dengan semakin banyaknya kota-kota pelabuhan, ekspedisi
pelayaran dan perdagangan antar negara. Selain itu, bangsa Indonesia
yang awalnya baru dapat membuat sampan sebagai alat transportasi
kemudian mulai dapat membuat perahu bercadik.
Perpaduan antara
pengetahuan dan teknologi dari India dengan Indonesia terlihat pula pada
pembuatan dan pendirian bangunan candi baik candi dari agama Hindu
maupun Budha.
Bangunan candi merupakan hasil karya ahli-ahli
bangunan agama Hindu-Budha yang memiliki nilai budaya yang sangat
tinggi. Selain itu terlihat dalam penulisan prasasti-prasastri pada
batu-batu besar yang membutuhkan keahlian, pengetahuan, dan teknik
penulisan yang tinggi. Pengetahuan dan perkenalan teknologi yang tinggi
dilakukan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi
selanjutnya.
Dalam bidang pertanian, tampak dengan adanya
pengelolaan sistem irigasi yang baik mulai diperkenalkan dan berkembang
pada zaman masuknya Hindu-Budha di Indonesia. Tampak pada relief candi
yang menggambarkan teknologi irigasi pada zaman Majapahit.
8. Sistem Kalender
Diadopsi dari sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya :
•Penggunaan tahun Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan
tahun Saka yang dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun
Samsiah) pada waktu raja Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun
ada 365 hari. Oleh orang Bali, tahun Saka tidak didasarkan pada sistem
Surya Pramana tetapi sistem Chandra Pramana (tahun Bulan, tahun
Kamariah) dalam 1 tahun ada 354 hari. Musim panas jatuh pada hari yang
sama dalam bulan Maret dimana matahari, bumi, bulan ada pada garis
lurus. Hari tersebut dirayakan sebagai Hari Raya Nyepi.
•Ditemukan
Candrasangkala/ Kronogram ada dalam rangka memperingati peristiwa dengan
tahun/ kalender saka. Candrasangkala adalah angka huruf berupa susunan
kalimat/ gambaran kata. Bila berupa gambar harus diartikan dalam bentuk
kalimat. Contoh:
Sirna Ilang Kertaning Bumi = 1400 S = 1478 M
Sirna = 0 Kertaning = 4
Ilang = 0 Bumi = 1
Çurti Indria Rasa = 654 S = 732 M
Çurti = 4
Indria = 5
Rasa = 6
Hayama Vayu Rasa = 682 S
9. Filsafat
Lahir Astrologi yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan alam semesta/ astronomi.
Contoh : orang memberi nama anak berdasarkan hari, tanggal, bulan lahirnya.
Adanya buku primbon sebagai pedoman hidup dan tatanan tradisi yang
semula hanya merupakan catatan turun temurun. Ajaran Hindu-Budha penuh
dengan upacara keagamaan. Falsafah agama tersebut mengajarkan hal-hal
yang bersifat pasifistis yaitu ajaran yang menuju pada kehidupan damai,
menerima apa yang menjadi takdir karena semuanya ditentukan oleh Yang
Maha Kuasa.
MASJID
Pada umumnya ada 3 jenis Masjid:
Masjid Tradisional
☼ Atapnya berupa Meru disebut atap tumpang berasal dari ijuk/rumbia
dengan jumlah ganjil (tiga atau lima).Tingkatan paling atas berbentuk
LIMAS
☼ Terdapat Mihrab (tempat imam memimpin shalat)
☼ Contoh : Masjid Demak, Masjid Kudus
CIRI MASJID DI JAWA
Masjid tradisional Jawa umumnya berupa pendopo. Pola tiang penopang
masjid mengikuti pola tiang penopang rumah tradisional masyarakat Jawa
Bangunan terdiri dari 4 tiang utama (soko guru) dan 12 tiang pembantu
disekelilingnya. Jika diperbesar maka tiang diluar ditambah menjadi 24
buah
Bagian atapnya dibuat atap tumpang bukan tunggal seperti rumah tradisional di Jawa.
Di masjid dilengkapi Kentongan atau Bedug
MASJID MAKAM
☺ Disebut demikian karena dibelakang masjid biasanya terdapat makam para wali atau bahkan makam raja.
☺ Contoh: Masjid Makam Ampel, Demak, Kudus, Banten, Sendangduwur
MASJID MODERN
Cirinya tampak pada
Bagian atap masjid
(mendapat pengaruh budaya Persia dan India) yaitu berbentuk Kubah.
Bentuk kubah masjid setengah bulatan seperti sebuah stupa Budha
Dilengkapi Menara, tempat untuk Muazin mengumandangkan azan
Contoh:
Masjid Baiturrahman di Aceh
Masjid Syuhada di Yogyakarta
LETAK MASJID
Letak Masjid di Jawa menggunakan komposisi Macopat. Dimana Masjid berada disebelah barat alun-alun, dekat istana
MAKAM/NISAN
Makam dilengkapi dengan Jirat (kijing) dan cungkup (kubah).
Pengaruh Islam tampak pada : penggunaan ragam hias khas Islam yaitu
bentuk melengkung seperti kubah masjid, disertai dengan tulisan Arab
yang diambil dari ayat-ayat suci Al’Quran.
Contoh :
Nisan Fatimah binti Maemun di Leran
Nisan Sultan Malik Al Saleh di Samudra Pasai
SENI AKSARA
Digunakan tulisan huruf Arab Melayu atau Arab Gundul
Adanya larangan membuat gambar maupun patung berupa Makhluk Hidup terutama ditempat ibadah
Berkembang tulisan Kaligrafi (huruf Arab yang berbentuk indah) yang digunkan untuk melukiskan makhluk hidup
Seni Ukir
Seni Ukir Islam disebut Kaligrafi, yang dapat dipahatkan pada kayu.
Contoh :
☻Kaligrafi/ukiran yang dipahatkan pada dinding depan Masjid Mantingan, Jepara
☻Di Masjid Cirebon terdapat pahatan berbentuk harimau
Pahatan berupa gambar tersebut disebut Arabesk
SENI SASTRA
Tampak pada karya sastra di Selat Malaka dan Pulau Jawa.
Karya sastra yang berkembang:
1. Suluk,yaitu karya sastra yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Contoh : Suluk Sukrasa, Suluk Wujil
2. Hikayat, yaitu dongeng atau cerita rakyat yang sudah ada sebeluym masuknya Islam.
Contoh: Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Panji Semirang
3. Babad, yaitu kisah sejarah yang terkadang memuat silsilah para raja suatu kerajaan Islam
Contoh: Babad tanah Jawi, Babd Cirebon, Babad Ranggalawe
SISTEM PEMERINTAHAN
Digunakan aturan-aturan Islam dalam pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Terbukti dengan adanya :
Raja Mataram Islam awalnya bergelar Sunan/Susuhunan, artinya dijunjung
Raja akan diberi Gelar Sultan jika telah diangkat atas persetujuan khalifah yang memerintah di Timur Tengah
Terdapat gelar lain yaitu Panembahan, Maulana.
SOSIAL
Mulai dikenal sistem demokrasi
Tidak mengenal adanya sistem kasta
Tidak mengenal perbedaan gologan dalam masyarakat
FILSAFAT
Setelah Islam lahir berkembanglah Ilmu filsafat yang berfungsi untuk mendukung pendalaman agama
Islam.
Abad 8 M, lahir dasar-dasar Ilmu Fikih
Fikih, merupakan ilmu yang mempelajari hukum dan peraturan yang
mengatur hak dan kewajiban umat Islam terhadap Tuhan dan sesama manusia.
Dengan Fikih diharapkan umat Islam dapat hidup sesuai dengan kaidah Islam.
Abad ke-10 M, lahir dasar-dasar Ilmu Qalam dan Tasawuf
Qalam, merupakan ajaran pokok Islam tentang keesaan Tuhan, Ilmu teologi/Ilmu ketuhanan/ Ilmu Tauhid.
Asal mula lahirnya tasawuf karena pencarian Allah karena kecintaan dan kerinduan pada Allah.
Tasawuf kemudian berkembang menjadi aliran kepercayaan.
KALENDER
• Di Jawa, pada masa Sultan Agung (raja Mataram) terjadi akulturasi antara kalender Hijriyah dan kalender Saka
• Kalender dimana angka tahunnya meneruskan angka tahun saka tetapi perhitungannya mengambil dari kalender Hijriyah
• Kalender tersebut berlaku tgl 8 Juli 1633 atau tgl 1 Suro 1555 (1 Muharram=1403 Hijriyah) untuk kemudian disebut tahun Jawa
Akulturasi Budaya Hindu-Buddha dan Islam
Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika
kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda
bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang
kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari
salah satu kelompok atau kedua-duanya
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akulturasi sama
dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda
melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak
menghilangkan kepribadian/sifat kebudayaan aslinya.
Adanya kontak dagang antara Indonesia dengan India, maka
mengakibatkan adanya kontak budaya atau akulturasi yang menghasilkan
bentuk-bentuk kebudayaan baru tetapi tidak melenyapkan kepribadian
kebudayaan sendiri. Harus Anda pahami masuknya pengaruh Hindu dan Budha
merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap didukung oleh
proses perdagangan.
Hal ini berarti kebudayaan Hindu – Budha yang masuk ke Indonesia
tidak diterima seperti apa adanya, tetapi diolah, ditelaah dan
disesuaikan dengan budaya yang dimiliki penduduk Indonesia, sehingga
budaya tersebut berpadu dengan kebudayaan asli Indonesia menjadi bentuk
akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu – Budha.
Wujud akulturasi tersebut adalah berikut ini:
1.Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari
adanya penggunaan bahasa Sansekerta yang dapat Anda temukan sampai
sekarang dimana bahasa Sansekerta memperkaya perbendaharaan bahasa
Indonesia.
Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak
ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu –
Budha pada abad 5 – 7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti
peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya
bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang
ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 – 13 M. Untuk
aksara, dapat dibuktikan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian
berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan
Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang
menggunakan huruf Jawa Kuno.
2.Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di
Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah
kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme.
Dengan
masuknya agama Hindu – Budha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai
menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Agama Hindu dan Budha yang
berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan
animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami Sinkritisme.
Tentu Anda bertanya apa yang dimaksud dengan Sinkritisme? Sinkritisme
adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua
kepercayaan yang berbeda menjadi satu. Untuk itu agama Hindu dan Budha
yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu – Budha yang
dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut dapat Anda
lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang
ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat
Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di
India.
3.Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang
organisasi sosial kemasyarakatan dapat Anda lihat dalam organisasi
politik yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah
masuknya pengaruh India.
Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem
pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang
diperintah oleh seorang raja secara turun temurun.
Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap
keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja
tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang
memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa
dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harhari (dewa Syiwa dan
Wisnu jadi satu).
Pemerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan
turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip
musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak
mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi di kerajaan
Majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana.Wujud akulturasi di
samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem
kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem
kasta.
Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta Brahmana
(golongan Pendeta), kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan), kasta
Waisya (golongan pedagang) dan kasta Sudra (golongan rakyat jelata).
Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu
Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India
karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan,
sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di Indonesia kasta hanya
diterapkan untuk upacara keagamaan.
4.Sistem Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan,
salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka,
tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama
dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78
tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 +
78 = 732 M
Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan
perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala. Apakah Anda
sebelumnya pernah mendengar istilah Candrasangkala? Candrasangkala
adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka.
Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau
Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa salah satu contohnya yaitu
kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang =
0, kertaning = 4 dan bhumi = 1, maka kalimat tersebut diartikan dan
belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang
merupakan tahun runtuhnya Majapahit .
5.Peralatan Hidup dan Teknologi
Salah satu wujud akulturasi dari
peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni
bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi
keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang
ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi
perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab
Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk
untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.
Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut
terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah
punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan
Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi
bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi
tersebut. Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah
satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan bangunan
untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan
orang-orang terkemuka.
Di samping itu, dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi
artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi
bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang
menyangkut lambang jasmaniah raja yang disimpan dalam Pripih.
Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan
terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah
meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan
fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa,
contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan
tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.
Candi Singasari adalah salah satu peninggalan kerajaan Singosari yang
merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana yang memerintah tahun
1248 – 1268.
Dilihat dari candi tersebut, bentuk dasarnya adalah punden berundak-
undak dan pada bagian bawah terdapat kaki candi yang di dalamnya
terdapat sumuran candi, di mana di dalam sumuran candi tersebut tempat
menyimpan pripih (lambang jasmaniah raja Wisnuwardhana).
Untuk candi yang bercorak Budha fungsinya sama dengan di India yaitu
untuk memuja Dyani Bodhisattwa yang dianggap sebagai perwujudan dewa.
Candi Borobudur adalah candi Budha yang terbesar sehingga merupakan
salah satu dari 7 keajaiban dunia dan merupakan salah satu peninggalan
kerajaan Mataram dilihat dari 3 tingkatan, pada tingkatan yang paling
atas terdapat patung Dyani Budha.Patung-patung Dyani Budha inilah yang
menjadi tempat pemujaan umat Budha. Di samping itu juga pada bagian
atas, juga terdapat atap candi yang berbentuk stupa.
Untuk candi Budha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di
Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama
Budha. Dengan demikian seni bangunan candi di Indonesia memiliki
kekhasan tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya saja dari
unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu
yang bercorak Indonesia.
6.Kesenian
Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dari
seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan . Dalam seni rupa contoh
wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar
timbul), gambar timbul pada candi tersebut banyak menggambarkan suatu
kisah/cerita yang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Budha.
Relief dari candi Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda
oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang. Relief ini mengisahkan
riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab
Lalitawistara. Demikian pula halnya dengan candi-candi Hindu.
Relief-reliefnya yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam
kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana yang digambarkan melalui relief
candi Prambanan ataupun candi Panataran.
Dari relief-relief tersebut apabila diamati lebih lanjut, ternyata
Indonesia juga mengambil kisah asli cerita tersebut, tetapi suasana
kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana kehidupan
asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia. Dengan demikian
terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja budaya India, tetapi
selalu berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan suasana di Indonesia.
Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan
adanya suatu ceritera/ kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber
dari kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab Mahabarata yang
ditulis oleh Wiyasa. Kedua kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan
umat Hindu. Tetapi setelah berkembang di Indonesia tidak sama proses
seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh
pujangga-pujangga Indonesia, ke dalam bahasa Jawa kuno. Dan, tokoh-tokoh
cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh punokawan
seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. Bahkan dalam kisah Bharatayuda
yang disadur dari kitab Mahabarata tidak menceritakan perang antar
Pendawa dan Kurawa, melainkan menceritakan kemenangan Jayabaya dari
Kediri melawan Jenggala.
Di samping itu juga, kisah Ramayana maupun Mahabarata diambil sebagai
suatu ceritera dalam seni pertunjukan di Indonesia yaitu salah satunya
pertunjukan Wayang. Seni pertunjukan wayang merupakan salah satu
kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan pertunjukan wayang
tersebut sangat digemari terutama oleh masyarakat Jawa. Wujud akulturasi
dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon
ceritera dari kisah Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya
India, tetapi tidak sama persis dengan aslinya karena sudah mengalami
perubahan. Perubahan tersebut antara lain terletak dari karakter atau
perilaku tokoh-tokoh ceritera misalnya dalam kisah Mahabarata keberadaan
tokoh Durna, dalam cerita aslinya Dorna adalah seorang maha guru bagi
Pendawa dan Kurawa dan berperilaku baik, tetapi dalam lakon di Indonesia
Dorna adalah tokoh yang berperangai buruk suka menghasut.
DAFTAR PUSTAKA
http://epistemologyideas.wordpress.com/2012/10/01/tugasisd1/
http://ohtugas.blogspot.com/2011/11/faktor-faktor-demografi-yang.html
http://arfanart.wordpress.com/2011/10/12/rumus-tingkat-kematian/
http://portibionline.com/berita-445-angka-kelahiran-di-indonesia-stagnan.html
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2242683-pengertian-migrasi/#ixzz28ZnO2aM6
http://pengantarilmu-mujahid.blogspot.com/2011/12/macam-macam-migrasi.html
http://migrantinstitute.net/proses-migrasi-di-indonesia-dan-segala-permasalahannya
http://wahyubudihartanto.blogspot.com/2011/09/3-jenis-struktur-penduduk.html
http://idaysurya.blogspot.com/2010_10_01_archive.html
http://bayoscreamo.blogspot.com/2011/10/pertumbuhan-dan-perkembangan-kebudayaan.html
http://trainnerone.blogspot.com/2009/08/perkembangan-hindu-budha-dan-islam-di.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Barat